Kalau
kita ingin membangun rumah di area kavling yang sudah kita beli di
perumahan, selain diberi batas-batas kavling, kita juga diberi
embel-embel oleh pihak developer, seperti GSB ( Garis Sempadan Bangunan ), KLB ( Koefisien Lantai Bangunan ) dan KDB ( Koefisien Dasar Bangunan ).
Bagi yang belum terbiasa mendengarkannya tentu saja hal tersebut agak
asing untuk orang awam. Ketentuan ini sebenarnya sudah diatur oleh
pemerintah. Dalam kasus ini pihak developer hanya mewakili pihak
pemerintah.
GSB ( Garis Sempadan Bangunan )
Secara
umum GSB adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan
terhadap ruas jalan. Kita dilarang keras membangun melebihi batas GSB
yang sudah ditentukan. Besarnya GSB ini tergantung dari besar jalan yang
ada di depannya. Jalan yang lebar tentu saja mempuyai jarak GSB yang
lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil.
Biasanya jarak GSB ini adalah 5 m. Untuk lebih pastinya, tanyakanlah
terlebih dahulu ke pihak developer sebelum mendesain rumah.
Di dalam area GSB ini kita tidak dapat
membangun sesuatu yang bersifat struktural, seperti penambahan ruangan
untuk usaha yang kiri kanannya diberi dinding bata yang tinggi dan pintu
masuknya tepat berada di tepi jalan. Contoh lain yang sering ditemui di
lapangan adalah memberi atap beton di atas carport, bahkan ada juga
yang mendirikan lantai dua di atas carport, aji mumpung , katanya, carportnya sudah dicor. Sayang kalau tidak dimanfaatkan.
Carport dapat saja ditutup. Penutupnya
bisa saja dari kayu atau policarbonat dengan rangka besi holo. Atau yang
lebih hijau dengan memadukan dengan tanaman rambat. Semua itu masih
bisa di tolerir di dalam area GSB.
KDB ( Koefisien Dasar Bangunan )
KDB
dapat dimengerti secara sederhana adalah nilai persen yang didapat
dengan membandingkan luas lantai dasar dengan luas kavling. Kalau kita
mempunyai lahan 300 m2 dan KDB yang ditentukan 60%, maka area yang dapat
kita bangun hanya 60% x 300 m2 = 180 m2. Kalau lebih dari itu artinya
kita melebihi KDB yang ditentukan. Kurangi lagi ruangan yang dianggap
tidak terlalu perlu.
Sisa lahannya digunakan untuk ruang
terbuka hijau yang berfungsi sebagai area resapan air. Kita tidak mau
khan lingkungan kita kebanjiran karean air hujan tidak tahu lagi mesti
kemana larinya.
KLB ( Koefisien Luas Bangunan )
Kalau KDB hanya melibatkan luasan
lantai dasar, maka KLB melibatkan seluruh lantai yang kita desain
termasuk lantai dasar itu sendiri. Cara perhitungannya tetap sama yaitu
membandingkan luasan seluruh lantai dengan luas kavling yang ada.
Contoh,
setelah kita menghitung luas lantai dasar beserta lantai atasnya
ternyata luasannya 200 m2. Kalau lahannya 200 m2, maka nilai KLB
bangunan kita adalah 1.0. Kalau ditentukan KLB di rumah kita 1.2, maka
nilai KLB kita masuk masuk. Yang tidak boleh adalah melebihi dari yang
ditentukan.
Kalau KDB ditulis dalam bentuk persen, maka KLB ditulis dalam bentuk desimal.
KETINGGIAN BANGUNAN.
Yang dimaksud dengan ketinggian
bangunan adalah berapa lantai yang diijinkan oleh developer di area
tersebut yang dapat dibangun. Ketinggian banguan ini sebenarnya hanya
untuk menciptakan skyline lingkungan yang diharapkan. Yang sering
terjadi di lapangan adalah ketinggian bangunan melebihi dari yang
ditentukan. Misalnya area tersebut adalah area perumahan dengan
ketinggian rata-rata 2 lantai, karena tanahnya kecil sementara ruangan
yang diperlukan banyak, maka rumahnya mencapai 4 lantai seperti halnya
ruko-ruko. Itu yang tidak boleh. Skyline lingkungan tidak terbentuk.
Bisa dibayangkan ada bangunan tinggi di antara bangunan rendah. Atau
sebaliknya, di area cluster untuk rumah-rumah yang besar dengan
ketinggian rata-rata 2 lnatai ada bangunan kecil dengan ketinggian 1
lantai. Apa yang terjadi? Tentu saja suasana lingkungan yang diharapkan
tidak tercipta semestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
monggo dipun komentari